Manusia apabila diberikan kekayaan berupa ladang-ladang emas, ribuan
peternakan ia miliki, rumah yang mewah, anak-anak yang banyak, pasangan
hidup yang indah, semua perbendaharaan ia miliki, niscaya dia akan
mencari lebih banyak lagi perbendaharaan dunia, kecuali apabila mulutnya
sudah tersumbat tanah/meninggal dunia.
Konsep dunia sangat jelas, seperti filosofi seseorang yang meminum
air laut, semakin sering meminum air laut itu semakin haus dibuatnya.
Dunia yang sangat indah dan mempesona, dibalut dengan keserakahan nafsu
durjana, memandang dengan standar srigala akan membuat alam menjadi
neraka dibuatnya. Lalu apakah yang harus kita miliki dan lahirkan untuk
dapat menjadikan dunia ini sebagai ladang bersemayamnya amal dahsyat,
bergulirnya dunia dengan pesona kearifan hati, mengalirnya air suci dan
mensucikan jiwa, bangkitnya kehidupan mulia, luasnya pandangan mata
batin, lebih bernilainya kehidupan, serta lebih aktifnya sinyal
ma’rifatullah. Satu yang kita tuju keberadaan Allah Swt dalam hati yang
jernih, suci dan bersih. Bayangan dunia dengan seisinya yang sangat
besar dan dahsyat itu ternyata semua kunci-kuncinya ada pada tangan
Allah Swt, Allah telah menundukan semuanya untuk kebaikan dan
kemaslahatn umat manusia. Sebagaimana Firman Allah Swt., “Allah-lah
yang menundukan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya
dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya,
dan agar kamu bersyukur. Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh
dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang-orang yang berfikir”. (QS. Al-Jatsiyah: 12-13)
Tinggal apakah kita bisa mengambil hati Allah, membuat Allah
tersenyum, membuat Allah bangga, membuat Allah senantiasa bertahta dalam
hati sanubari kita, membuat Allah Ridha kepada kita, Maka Aku Plus Allah Cukup.
Rasulullah Saw. Senantiasa cukup dengan kehadiran
Allah, bahkan hari-hari yang beliau lalui, hampir jarang memiliki harta
benda disisinya. Pernah suatu ketika Rasulullah Saw, sehabis sholat
beliau bergegas keluar pulang kerumah, pemandangan seperti ini nyaris
belum pernah disaksikan oleh para sahabat-sahabatnya. Maka ketika
Rasulullah kembali ke Masjid para sahabat menanyakan,”Apa yang membuat
Engkau gusar ya Rasulullah? Rasul menjawab, “Sehabis sholat saya
teringat di rumah ada beberapa dirham uang, maka saya pulang, dan uang
itu sudah Saya bagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Alhadulillah sekarang saya tenang.” Rasul tenang dengan tidak adanya
harta yang dimilikinya karena Allah sudah cukup baginya, kita sebaliknya
tidak tenang tatkala tidak ada uang disaku/dompet kita, karena
ketiadaan Allah dalam hati dan jantung kita.
Di Thaif yang tiba-tiba ramai, orang-orang berhamburan keluar.
Mengusir sosok mulia yang datang dengan niat yang mulia. Rosulullah yang
khusus datang ke tempat itu untuk menyampaikan ajaran Islam, justru
disambut dengan lemparan batu, cacian dan dikejar-kejar layaknya seorang
pesakitan. Sahabat Zaid bin Haritsah RA sudah berusaha sekuat tenaga
melindungi tubuh Rasul dari lemparan batu. Tapi ia pun kewalahan, hingga
ia sendiri mengalami luka di kepalanya. Maka Rosulullah pun terluka.
Tidak saja fisiknya, tapi juga hatinya.
Darah Rosulullah sosok manusia paling agung itu mengalir, menyela
butir-butir pasir tanah Thaif yang gersang. Rosulullah berlari sambil
terseok-seok menghindari lemparan batu yang terus mengejarnya hingga ia
berlindung di sebuah kebun milik Uqbah bin Rabi’ah. Dalam kondisi payah
itu, sambil menahan sakit ia bermunajat kepada Allah, mengadukan segala
yang ia terima dari orang-orang yang tak mengerti itu. Ya Allah,
kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan
kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah, dan
Engkau jualah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau
serahkan? Kepada orang jauh berwajah suram terhadapku, ataukah kepada
musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka padaku, maka
semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang Engkau
limpahkan kepadaku.”
Rasulullah SAW. Adalah manusia yang memiliki kualitas moral paling
baik sepanjang jaman. Namun dihamparan tanah Thaif, Rasulullah SAW.
Mengalami kejadian yang sangat menyesakkan dada. Itulah alur hidup dan
jalan perjuangan yang memang yang harus dilaluinya.
Tetapi yang harus dicatat, dalam suasana yang sangat pahit seperti
itu, Rasulullah mengajarkan betapa masih ada tempat mengadu yang segar
disaat yang lain menyakitkan. Tempat mengadu yang lapang disaat yang
lain sempit, yang berkenan mendengar disaat yang lain menutup telinga.
Tempat mengadu itu Allah SWT. Maka untaian pengaduan Rasulullah dalam
munajat tidak saja deklarasi tentang kebergantungan kepada Allah SWT,
tapi juga pencarian jawaban akan rasa tentram dari keseluruhan peristiwa
yang sangat menyakitkan. Karenanya, di akhir do’a itu Rasulullah SAW
menegaskan, bahwa jika Allah tidak murka, maka semua kepahitan itu akan
ia hiraukan. Inilah yang dimaksud jawaban ketentraman dibalik kepahitan
itu. 1
Al-Qur’an senantiasa mengingatkan kita untuk mulai berangkat menuju
Tuhan. Allah SWT. Berfirman, oleh karena itu, bersegeralah berlari
kembali menuju Allah (QS.Al-Dzariyat : 50). Al-Qur’an tidak hanya
menyuruh kita berjalan, tetapi ia bahkan memerintahkan kita berlari
kepadanya. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan pergi menuju Tuhan
dengan cara berjalan. Kita harus berlari sebelum waktu kita di dunia
habis dan berakhir. Kita harus berlari dari segala yang menarik
perhatian kita, menuju kepada yang satu, Allah SWT., sebuah Hadits
Riwayat Ahmad dan Thabrani berbunyi, “Barang siapa mendekati Allah
sesiku, Dia akan mendekatnya sehasta. Barang siapa mendekati Allah
sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari.” Balasan dari
Allah selalu lebih hebat daripada apa yang kita lakukan. Dalam Al-Qur’an
surat Luqman, ayat 15, Allah SWT juga berfirman, ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Kulah kembalimu. Lalu aku
memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Perjalanan menuju Tuhan harus dilakukan dengan menyucikan diri dan
membersihkan hati. Hati kita sering dikotori dengan dosa yang kita
lakukan. Dosa-dosa itu menghijab kita dari Tuhan. Mereka yang mampu
berjumpa dengan Tuhan adalah mereka yang membawa hati yang bersih; bukan
yang membawa harta dan anak-anaknya.
Dalam bahasa arab, Kata tazakka yang berati menyucikan diri, juga
berarti “tumbuh”. Oleh karena itu, didalam Islam, pertumbuhan seseorang
diukur dari tingkat kesucian dirinya. Semakin suci dan bersih seseorang,
semakin tinggi pulalah derajatnya.2
Bertambah sering ia beraudensi (ber-tawajjuh) atau bertatap jiwa
dengan Sang Khalik, bertambah beninglah hati. Dan hati yang bening
(qolbun salim) adalah penasehat paling jujur untuk kita dengarkan.
Rasakan kelezatan iman yang keluar dari getaran cinta Ilahi itulah suara
hati-the voice of heart!
Hati adalah kerajaannya orang mu’min. Suatu saat Rasulullah SAW
memberi nasehat kepada Wabhishah bin Ma’bad al-Aswadi seraya bersabda:
“Mintalah fatwa pada hatimu, mintalah fatwa pada hatimu wahai Wabishah
(Nabi mengulang sampai tiga kali). Kebaikan adalah sesuatu yang membuat
jiwa tenang dan membuat hati tenang, Dosa adalah sesuatu yang (terasa)
tidak karuan dalam jiwa dan (terasa) bimbang dalam dada”. (HR.Ahmad)
Untuk mengenal Tuhan manusia harus dengan sengaja dan
bersungguh-sungguh mengambil tempat (positioning) dalam ke-Ilahian
artinya dia harus menjadi manusia satu dimensi yaitu hanya
mengaktualisasikan, menghidupkan nurani dan Qolbunya semata. Ia harus
mengenal siapa dirinya. Sebagaimana sebuah ungkapan indah mengatakan “Man arofa nafsahu faqod ‘arofa robbahu’- barang
siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.” Dalam
upayanya mengenal diri, ia menyadari bahwa dirinya sedang menuju kepada
satu arah. Pandangan batinnya mengarah kepada satu muara yang tidak lain
adalah Allah! Sehingga pupus punah segala kebutuhannya pada selain
Allah, karena Allah semata-mata tumpuhan hidupnya.3
Adakah yang lebih penting dari suara hati, kala ia menegur kita tanpa
suara. Adakah yang lebih jujur dari nurani, saat ia menyadarkan kita
tanpa kata-kata. Adakah yang lebih tajam dari mata hati, ketika ia
menghentak kita dari beragam kesalahan dan alpa. Ya, sebenarnya saat
yang paling indah dari seluruh putaran kehidupan ini adalah saat kita
mampu secara jujur dan tulus mendengar suara hati. Sebab dari sanalah
banyak tindakan dan perilaku kita menemukan arahnya yang benar. Dari
sanalah ama-amal dan segala proses kehidupan kita memiliki pijakannya
yang kokoh: niat dan orientasi yang lurus. Begitulah Rasulullah
menggambarkan, bahwa hati adalah panglima. Bila ia benar dan sehat,
sehat pula seluruh aktifitas fisik pemiliknya, sebaliknya bila ia rusak,
rusak pula segala tingkah laku fisiknya.4
Untuk menjadikan kesucian, kebaikan hati manusia serta menjadikan
Allah segala-galanya, serta cukup terhadap segala nikmat yang
diberikan-Nya adalah dengan jalan syukur dan sabar.
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin menerangkan bahwa
syukur merupakan salah satu maqom (stasiun/tahapan) yang lebih tinggi
dibandingkan sabar. Demikian juga kalimat syukur (Al-Hamdulillah), menempati tempat tertinggi dibanding dengan kalimat tahlil (laa ilaaha Illallah) dan tasbih (subhanallah).
Keutamaan kalimat tahmid ini, masih menurut Al-Ghazali, karena tidak
hanya mengandung makna pengkudusan kepada Allah SWT, tetapi memiliki
makna tauhid yang didalamnya terkumpul kemampuan bekerja yang sempurna.
Rasulullah SAW, bersabda “Barang siapa yang mengatakan subhanallah, ia mendapat sepuluh kebaikan. Barang siapa yang mengatakan laa ilaaha illallah, mendapat dua puluh kebaikan. Dan barang siapa yang mengatakan Al-hamdulillah ia mendapat tiga puluh kebaikan.”5
Hakikat pertama syukur adalah ilmu, yakni mengenal dan menyadari
nikmat dari pemberi nikmat. Bersyukur hendaklah diawali dengan kesadaran
penuh, betapa besar nikmat dan anugerah-Nya. Bahwa nikmat itu datangnya
hanya dari Allah SWT, Sang Pemberi nikmat hakiki, sedangkan yang lain
hanya perantara yang tidak berarti jika ditinjau dari sudut Tuhan
sendiri. Allah berfirman kepada Nabi Daud as; “Kalau engkau telah menyadari bahwa apa yang engkau nikmati bersumber dari-Ku, maka engkau telah mensyukuriku.”
Hakikat ke dua syukur adalah hal, yakni keadaan atau kegembiraan yang
terjadi saat nikmat itu diterima. Hakikat syukur adalah keadaan gembira
yang meliputi seluruh jiwa dan raga. Kegembiraan ini hendaknya tertuju
kepada Pemberi Nikmat (subyek), bukan nikmat yang diberikan (obyek) dan
bukan pula kepada pemberi nikmat tersebut (proses). Artinya seorang
bergembira karena dengan nikmat tersebut ia dapat lebih dekat kepada-Nya
dan memudahkannya bermunajat dan bersujud kepada-Nya.
Inilah kegembiraan hakiki yang menjadikan hati tawadhu’( rendah hati)
dan khudhu (tunduk). Asy-Syibli dalam salah satu syairnya berkata,
“Syukur ditujukan kepada yang memberi nikmat bukan kepada nikmatnya.”
Hakikat ketiga Syukur adalah amal, yakni tindakan untuk melaksanakan
apa-apa yang menjadi keinginan si pemberi nikmat. Syukur adalah amal
perbuatan yang muncul dari kegembiraan dan kesadaran kepada Allah SWT.
Amal perbuatan ini berhubungan dengan hati, lisan dan anggota badan.
Amalan dengan hati adalah keinginan untuk berbuat baik kepada setiap
makhluknya. Amalan dengan lisan adalah memperbanyak pujian-pujian kepada
Allah SWT dan senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dengan beribadah
dan berdo’a. 6
Tiada anugerah dan keuntungan yang besar kecuali bagi yang mau sabar
dan tiada yang diberi sabar melainkan orang yang memiliki keuntungan
yang besar, mereka sabar bersama esensi hakikat kebenaran (berdasarkan
prinsip iman dan ilmu yang benar) harta yang banyak dan takkan pernah
habis, kamaa shodaqollahu qoola,” maa indaka yanfadu wamaa’ndallahi baaqin,
maksudnya jika kamu bercita-cita pada banyaknya harta sebagaimana
sangkaanmu bahwa harta akan menenggelamkan hidupmu penuh nikmat dalam
kesenangan terus menerus takkan putus, ”jauhilah-jauhilah/tidak masuk
akal, sedangkan apa yang disisi Allah itulah yang abadi dan patut
dicita-citakan, karena harta dunia itu laksana ular berbisa kalau kita
hanya pegang kepalanya maka ekornya akan menampar, melilit membahayakan
kita, sedangkan kalau hanya pegang ekornya maka kepalanya akan mengantup
dan bisanya akan membahayakan juga, dan hanya pawang ular yang memiliki
dan memegang jimat kebenaran tauhid dan sabar bersamanya yang akan aman
dari bahayanya, karena pawang itu dapat memegang keduanya dan
menguasainya sehingga ular dan bisanya menjadi manfaat dan
kesenangannya sampai akhirat berkat kesungguhan pawang memegang jimat
tauhid.
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra. Dituturkan bahwa Nabi saw. Bersabda:
“Sesungguhnya Allah memelihara hamba-Nya yang mukmin dari
dunia. Allah memeliharanya seperti kalian menjaga seorang yang sakit
dari makanan dan minuman yang dikhawatirkan membahayakan dirinya.”7
Allah menjaga hamba ini dari tipu daya syahwat dan kesenangan dunia,
agar hatinya tidak dijangkiti oleh suatu penyakit yang muncul karena
mencintai dunia. 8
Penjagaan ini demi meraih kesudahan yang terpuji dan suatu keadaan
yang akan membawa kebahagiaan. Karena tidak sedikit curahan kesenangan
dunia yang diterima seseorang merupakan istidraj (siksa yang
ditangguhkan) dari Allah, bukan tanda pemuliaan dan cinta bagi orang
yang menerimanya.9
———————————————————————————————————-
1. Tarbawi, Edisi 46th 4/Sya’ban 1423 H/ 24 Oktober 2002. Hal. 6
2. Jalaluddin Rakhmat, The Road to Allah, 2007.Mizan hal.69
3. KH. Toto Tasmara, The Voice Of Heart, Pustaka Al-Mawardi, 2010. Hal.28-29
4. Tarbawi, Edisi 25 Th.3/ 31 Oktober 2001/sya’ban 1422H. Hal.6
5. Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, 1993, kairo Darul Mustofaal-Halabi.
6. Amirullah Syarbini & Jumari Haryadi, Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas Muhammad SAW. 2010. Ruang Kata. Hal.55
7. Diriwayatkan oleh Hakim IV/208, disepakati dan dishahihkan oleh
adz-Dzahabi. Juga diriwayatkan oleh Tirmidzi nomor 2036, dari Qotadah
bin Nu’man,Ibni Hibban nomor 2474. Sementara jalur ahmad diriwayatkan
melalui Mahmud bin Labid.
8. Faidhul –Qodir, 1/246
9. ‘Uddatush-Shobirin, hal. 246
Selasa, 06 Mei 2014
Home »
Opini
» AKU PLUS ALLAH CUKUP (dari buku Jalan Keindahan dan Kemuliaan Menuju Allah Karya : Adnan M.K)
0 komentar:
Posting Komentar